Ngawangkong Ala DLH : Sinergitas Pengolahan Sampah Domestik, Kohe dan Wisata di ODTW TNGC
JABARCENNA.COM | KUNINGAN,- Semakin tumbuh objek daerah tujuan wisata (ODTW) di wilayah lereng Gunung Ciremai sebelah selatan, tepatnya Desa Cisantana. Melahirkan permasalahan laten, salah satunya kotoran hewan (Kohe) sapi yang belum tertangani sampai saat ini. Juga sampah domestik yang dihasilkan dari konsumsi para pengunjung.
Kendati BTNGC sudah memberikan bantuan dua kendaraan roda empat untuk pengangkutan sampah dari ODTW ke Tempat Pembuangan Sampah AKhir (TPA) Ciniru Kec. Jalaksana. Namun hal itu bukan sebuah solusi, hanya memindahkan permasalahan sampah dari ODTW ke TPA. Dibutuhkan penyelesaian yang kongkrit.
Kepala BTNGC, Teguh Setiawan, didampingi Kasi PTN Wilayah Kuningan, San Andre Jatmiko, mengatakan. Ada 30-an ODTW sepanjang lereng Gunung Ciremai dari ujung utara sampai selatan. Kendati permasalahannya berbeda ada pula yang sama. Yakni permasalahan sampah domestik yang perlu ditangani secara betul.
Juga ada permasalahan Kohe yang baru dikerjakan sebagai tahap pertama yakni pembuatan ipal komunal di Lamping Kidang, tepatnya di Blok Lamping Kidang, Desa Cisantana, Kec. Cigugur, Kab. Kuningan. Guna mengantisifasi pencemaran lingkungan dari Kohe bagi masyarakat Cisantana khususnya di Desa Pajambon Kec. Kramatmulya dan sekitarnya.
“Padahal Gunung Ciremai ini unik, lho dan memiliki kekhasan yang luar biasa. Salah satu potensi luar biasa yang tidak ditemukan di wilayah lain, ada di sini. Yakni mikroba yang menguntungkan bagi warga masyarakat Kab. Kuningan. Hal ini berdasarkan penelitian Dr. Suryo Wiyono dari IPB,” terang Teguh Setiawan, sedikit melebar.
Sambungnya, “Hasil isolasi, uji hemolysis, dan uji hipersensitif, terdapat tiga kelompok mikroba yang berguna bagi tanaman. Diantaranya cendawan patogen serangga hama, khususnya kelompok wereng dan kutu-kutuan, yakni cendawan Hirsutella sp dan Lecanicillium sp. Kemudian isolat bakteri pemacu pertumbuhan “plant growth promoting rhizobacteria (PGPR).”
PGPR, masih kata Wawan, mampu meningkatkan panjang akar bibit tomat 42,35 persen dan membuat tomat lebih tahan penyakit bercak daun. Dan meningkatkan daya kecambah 178 persen. Terakhir, bakteri yang paling efektif dalam menekan dampak “frost” bagi tanaman, PGMJ 1 (asal Kemlandingan Gunung), dan A1 (asal Anggrek Vanda sp).
“Nah, supaya mikroba tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Maka harus mengurangi pupuk penggunaan pestisida yang mengurangi hara tanah. Misalnya dengn menggunakan pupuk organik dari Kohe dan sampah rumah tangga. Sehingga nantinya kawasan Lamping Kidang menjadi kawasan terintegrasi antara pertanian, pengolahan limbah Kohe, sampah domestik dan wisata,” tuturnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Wawan Setiawan, mengungkapkan kesepahamannya tentang pengelolaan persampahan yang terintegrasi dengan kawasan wisata. Ia mendorong, supaya memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sampah organik dan anorganik untuk kemaslahatan masyarakat. Atawa memberikan nilai tambah secara keekonomian.
“Kami datang ke sini (Lamping Kidang-red) bersama temen-temen stackholder juga paket komplit ada Pa sekdis (Eka Mulyawan), Pa Kabid Persampahan (Beni Setiawan), Pa Kabid TKL (M. Sofyan Pamungkas), Bu Kabid P3HL (Desi Muriawati) serta Kasi Pembinaan dan Pengurangan Sampah,” paparnya.
Hal terpenting, kata Wawan Setiawan, adalah bagaimana Kohe dan sampah domestik berkurang? Jika dimungkinkan habis dikelola masyarakat dan memberikan nilai keekonimian tambahan. Dirinya setuju, jika Kawasan Lamping Kidang dijadikan pilot projek pengelolaan persampahan terintegrasi. Mengolah Kohe jadi pupuk cair dan padat organik. Juga sampah domestiknya dijadikan rupiah dengan cara dijual.
“Jika sekarang berteori tentang pengolahan sampah, mungkin besok kita praktekan dengan membuat kompos cair terlebih dahulu dari Kohe. Setelah dipraktekan hasilnya bagus tentu kita lanjutkan ke tahap berikutnya. Kita tidak perlu mengawang-ngawang terbelih dahulu tapi kerja yang bagus adalah action,” pungkasnya.
Hadir dalam acara ngawangkong jajaran Balai TNGC Kuningan, Perwakilan HKTI, Sumadi, Anggota Komisi 3 DPRD Kuningan, Sri Laelasari, Joko dari Weramandiri Sejahtera. Profesor Iim, Kelompok Tani Lamping Kidang.
(DEDI J)