JABARCENNA.COM | Portal Berita Jabar Katanya

Menteri Sosial Juliari P Batubara usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK menahan Mensos Juliari P Batubara yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos.


JABARCENNA.COM | JAKARTA - Kinerja penegakan hukum sepanjang tahun 2020 yang diprakarsai oleh pemerintah kini memiliki prestasi yang cukup baik dalam pengungkapan kasus dan mendapat banyak perhatian  masyarakat, khususnya dalam tindak pidana korupsi.
 
Sejumlah koruptor kakap yang ditangkap di tahun 2020 bisa dibilang cukup bersejarah, karena belasan tahun tidak pernah berhasil diusut aparat penegak hukum pada pemerintahan sebelumnya.

Sementara yang lainnya merupakan koruptor tangkapan besar, karena menjadi petinggi pada tingkat Kementerian/Lembaga di Republik ini, berikut di antaranya nama-nama dalam penangkapan koruptor yang dilansir antaranews.com :


1. Penangkapan Maria Pauline Lumowa

Maria Pauline Lumowa adalah buronan pembobol Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang terjadi dalam rentang Oktober 2002 hingga Juli 2003, senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro.

Maria melarikan diri sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Polisi. Buronan itu kabur ke 'Negeri Kincir Angin' Belanda selama 17 tahun atau tepatnya pada September 2003.

Pemerintah Indonesia kesulitan mengekstradisi Maria Pauline Lumowa karena wanita itu juga memiliki kewarganegaraan Belanda.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014.

Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Sudah menjadi buronan selama 17 tahun, Maria akhirnya berhasil diekstradisi dari Serbia oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia pada 8 Juli 2020.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, yang memimpin ekstradisi Maria Pauline Lumowa, menyebutkan bahwa ada upaya suap yang dilakukan agar pembobol kas Bank BNI senilai Rp1,2 triliun itu tidak diekstradisi.

Tapi upaya suap itu tidak terwujud berkat diplomasi hukum tingkat tinggi yang dijalankan pemerintah Indonesia, serta komitmen tegas pemerintah Serbia untuk membantu mengekstradisi Maria ke Indonesia.

Proses ekstradisi itu menjadi 'buah manis' dari komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang.

Awal Januari, Maria akan segera menghadapi sidang pengadilannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ia disangkakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3, 6 UU 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Ancaman pidana yang dikenakan maksimal kurungan seumur hidup.

2. Penangkapan Djoko Tjandra

Penangkapan buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa merupakan permulaan untuk menangkap buronan kasus korupsi cessie Bank Bali yang buron selama 11 tahun, Djoko Soegiarto Tjandra.

Karena sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berhasil membuktikan bahwa penegakan hukum sebetulnya bisa melampaui batas-batas negara.

Tjandra atau Tjan Kok Hui akhirnya ditangkap oleh personel Polri yang dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Listyo Sigit pada 30 Juli 2020, dengan dibantu Polisi Diraja Malaysia.

Kabareskrim kemudian membawa pulang Djoko ke Indonesia untuk diadili terkait kasus pengalihan hak tagih (cessie) antara PT Era Giat Prima (EGP) miliknya dengan Bank Bali pada Januari 1999.

Djoko Tjandra sudah berstatus terpidana sebelum buron selama 11 tahun, berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung pada 11 Juni 2009 dan dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan.

Selain itu, MA memerintahkan barang bukti berupa uang yang ada dalam rekening penampung atas nama rekening Bank Bali sejumlah Rp546,468 miliar juga dirampas untuk dikembalikan ke negara.

Namun, ia kadung melarikan diri sebelum menjalani hukuman atau tepatnya 10 Juni 2009 ke Papua Nugini, menggunakan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Sejak 11 Juni 2009, Kejaksaan Agung menetapkan status buron untuk Djoko Tjandra dan ia pun masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Direktorat Jenderal Imigrasi dan daftar red notice Interpol.

Namun anehnya, setelah masuk red notice, Djoko Tjandra masih bisa datang ke Indonesia pada 8 Juni 2020 dan terlibat kasus pidana lagi, kali ini terkait pembuatan surat jalan palsu dan dugaan penghapusan red notice Interpol.

Kasus itu terungkap pertama kali ke publik melalui penuturan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pada rapat di Komisi III DPR RI. Jaksa Agung heran mengapa kedatangan Djoko bisa melewati pintu Imigrasi, sedangkan statusnya masih buronan.

Djoko ternyata melibatkan pengacara Anita Dewi Anggraeni Kolopaking untuk mengurus surat jalan palsu kepada mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo.

Sedangkan terkait red notice, Djoko melibatkan pengusaha Tommy Sumardi sebagai perantara suap kepada Brigjen Pol Prasetijo Utomo dan eks Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte agar menghapus namanya dari daftar red notice Interpol.

Dalam kasus pemalsuan surat jalan, Brigjen Pol Prasetijo Utomo terbukti bersalah bahkan memerintahkan bawahannya untuk menghilangkan barang bukti surat-surat tersebut dengan cara membakar.

Ia pun divonis oleh majelis hakim tiga tahun penjara.

Dengan surat jalan tersebut, Djoko Tjandra berhasil kabur lagi ke Pontianak, lalu terbang dengan pesawat pribadi ke Malaysia sebelum ditangkap oleh Polisi Diraja Malaysia.

Djoko Tjandra pun divonis lagi dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara dalam perkara surat jalan tersebut, sedangkan Anita Kolopaking dipidana 2 tahun 6 bulan penjara karena terbukti ikut terlibat.

Dalam kasus penghapusan red notice, pengusaha Tommy Sumardi divonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta dan subsider enam bulan kurungan, karena mengaku membantu Djoko Tjandra memberikan suap kepada dua perwira tinggi Polri yaitu Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo.

Vonis hakim lebih berat lima bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, kendati Tommy sudah mendeklarasikan diri sebagai pembantu penegak hukum mengungkap fakta di pengadilan (justice collaborator).

Dari keterangan Tommy Sumardi, hakim memperoleh keterangan terkait alur pemberian suap kepada Napoleon Bonaparte dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pada 27 April 2020 membawa 100 ribu dolar AS namun diambil Brigjen Pol Prasetijo Utomo sehingga Tommy hanya membawa 50 ribu dolar AS sehingga ditolak Irjen Pol Napoleon Bonaparte. Uang 100 ribu dolar AS itu akhirnya disimpan seluruhnya oleh Prasetijo.
2. Pada 28 April 2020, Tommy memberikan uang 200 ribu dolar Singapura ditambah 50 ribu dolar AS yang sempat ditolak pada 27 April 2020
3. Pada 29 April 2020 Tommy memberikan 100 ribu dolar AS kepada Napoleon Bonaparte
4. Pada 4 Mei 2020 Tommy memberikan 150 ribu dolar AS kepada Napoleon Bonaparte
5. Pada 5 Mei 2020, Tommy memberikan 70 ribu dolar AS kepada Napoleon Bonaparte

Uang itu berasal dari Djoko Tjandra yang diberikan melalui sekretaris yang bernama Nurmawan Fransisca dan Nurdin dengan rincian:
1. Pada 27 April 2020 Tommy mendapat 100 ribu dolar AS
2. Pada 28 April 2020 Tommy mendapat 200 ribu dolar Singapura
3. Pada 29 April 2020 Tommy mendapat 100 ribu dolar Singapura
4. Pada 4 Mei 2020 Tommy mendapat 150 ribu dolar AS
5. Pada 5 Mei 2020 Tommy mendapat 20 ribu dolar AS
6. Pada 12 Mei 2020 Tommy mendapat 100 ribu dolar AS
7. Pada 22 Mei 2020 Tommy mendapat 50 ribu dolar AS

Sedangkan suap kepada Prasetijo Utomo menurut Tommy Sumardi diberikan sebagai berikut:
1. Pada 27 April 2020 Tommy memberikan uang sebesar 50 ribu dolar AS
2. Pada 7 Mei 2020 Tommy memberikan uang sebesar 50 ribu dolar AS

Namun, Prasetijo Utomo hanya mengakui mendapat 20 ribu dolar AS pada 27 April 2020 dari Tommy. Sementara Napoleon tidak mengaku sama sekali jika mendapat uang suap dari Djoko Tjandra.

Selain nama-nama di atas, kasus Djoko Tjandra juga menyeret nama Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan pengusaha periklanan Andi Irfan Jaya yang diduga membuat rencana aksi (action plan) untuk permintaan fatwa bebas Djoko Tjandra dalam Peninjauan Kembali (PK) kasus cessie Bank Bali dari Mahkamah Agung.

Namun, sidang masih terus berlanjut pada Senin 4 Januari 2021, dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) terdakwa Andi Irfan Jaya.

3. Penangkapan mantan Menteri Edhy Prabowo

Ekspor benih bening lobster (benur) menyeret nama Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, dalam kasus korupsi suap izin pengadaan perizinan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 yang diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Edhy pun ditangkap pada Rabu (25/11) dinihari, sekitar jam 01.23 WIB di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Selatan usai pulang dari perjalanan dinas dari Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

Edhy menjadi tersangka penerima suap dari Direktur PT DPP Suharjito (SJT) bersama lima orang lainnya, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM) dan Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

KPK menduga Edhy dkk menerima total Rp9,8 miliar dan 100 ribu dolar AS dalam kasus tersebut. Barang bukti lainnya yang bernilai sekitar Rp 750 juta ikut disita KPK dari Edhy Prabowo, di antaranya jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.

Edhy mengakui kesalahannya itu dan telah meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto serta masyarakat Indonesia karena tindakannya itu.

Bahkan Edhy mengajukan pengunduran dirinya sebagai menteri KP dan wakil ketua umum Partai Gerindra.

Tugasnya pun kini telah diteruskan oleh Sakti Wahyu Trenggono, mantan Wakil Menteri Pertahanan di era Kabinet Indonesia Maju.

Edhy menjadi menteri ketiga yang terlibat kasus korupsi di era Presiden Joko Widodo setelah Menteri Sosial pada Kabinet Kerja (Joko Widodo-JK) Idrus Marham serta Menteri Pemuda dan Olahraga pada Kabinet Kerja Imam Nahrawi.

4. Penangkapan mantan Mensos Juliari Peter Batubara

Juliari Peter Batubara adalah Menteri Sosial pada Kabinet Indonesia Maju yang tersangkut kasus dugaan suap bantuan sosial COVID-19.

Setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) atas pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial dan swasta, Komisi Pemberantasan Korupsi pada 6 Desember 2020 dinihari juga menetapkan Juliari sebagai tersangka korupsi bansos COVID-19.

KPK menduga Mensos menerima suap senilai Rp17 miliar dari "fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di Jabodetabek.

Empat orang lainnya juga menjadi tersangka yakni Matheus Joko Santoso (pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial), Adi Wahyono (pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial), Ardian IM (swasta) dan Harry Sidabuke (swasta).

Ardian dan Harry menjadi tersangka pemberi suap, sedangkan Juliari, Matheus dan Adi menjadi penerima suap.

Tak lama setelah penetapan status tersangka, Juliari mendatangi Gedung KPK dan menyerahkan diri.

Penetapan Juliari sebagai tersangka oleh KPK hanya berselang sembilan hari dari penetapan Edhy Prabowo, mantan Menteri KKP sebagai tersangka oleh KPK.

Penangkapan dua menteri terakhir, yakni Edhy Prabowo dan Juliari Batubara merupakan 'tamparan' keras bagi Kabinet Indonesia Maju, apalagi mereka belum lama dilantik sebagai menteri.

Tugasnya pun kini telah diteruskan oleh Tri Rismaharini, mantan Wali Kota Surabaya.

5. Penangkapan mantan Anggota KPU RI Wahyu Setiawan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) salah seorang anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yaitu Wahyu Setiawan pada Rabu 8 Januari 2020.

Selain Wahyu, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF), Saeful (SAE) dari unsur swasta sebagai perantara, dan politisi PDI Perjuangan Harun Masiku (HAR) sebagai pemberi suap.

Diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu (PAW) dari
Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.

Padahal dalam rapat pleno KPU RI pada 31 Agustus 2019 silam, semua anggota sepakat mengajukan Politikus PDI-P Riezky Aprilia sebagai anggota PAW DPR RI Nazaruddin Kiemas karena Riezky memiliki jumlah suara terbanyak berikutnya setelah almarhum Nazaruddin.

Namun, Saeful Bahri yang diklaim sebagai pihak swasta oleh KPK, kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina (ATF), orang kepercayaan Wahyu yang juga mantan caleg PDI-P untuk melakukan lobi agar Wahyu mengabulkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI pengganti antar-waktu.

Selanjutnya, ATF mengirimkan dokumen dan fatwa Mahkamah Agung yang didapat dari SAE kepada Wahyu untuk membantu proses penetapan Harun.

WSE (Wahyu) menyanggupi membantu dengan membalas 'Siap, mainkan!" kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan kronologi kasus ini.

Kemudian, Saeful memberikan uang Rp150 juta pada advokat DON. Sisanya Rp700 juta yang masih di SAE dibagi menjadi Rp450 juta pada ATF, Rp250 juta untuk operasional.

Dari Rp450 juta yang diterima ATF, kata Lili, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk Wahyu, namun uang tersebut masih disimpan oleh Agustiani.

Pada Selasa (7 Januari) berdasarkan hasil rapat pleno, lanjut dia, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW dan tetap pada keputusan awal.

Setelah gagal di Rapat Pleno KPU, Wahyu kemudian menghubungi DON dan menyampaikan telah menerima uangnya dan akan mengupayakan kembali agar Harun menjadi PAW.

Pada Rabu (8 Januari), ujar Lili, Wahyu meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh ATF. Tim KPK menemukan dan mengamankan barang bukti uang RP400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk 19 ribu dolar Singapura.

Kasus itu banyak menyita perhatian karena Harun Masiku ternyata sudah melintas kembali ke Jakarta pada 7 Januari 2020, usai sebelumnya dinyatakan kabur menuju Singapura pada hari Senin (6/1) melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang sekitar pukul 11.00 WIB.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari 2020, Harun Masiku hingga saat ini belum ditemukan dan sudah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron.

KPK juga menetapkan masa pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap bekas Caleg PDIP tersebut sejak 10 Juli 2020 dan berlaku sampai dengan 6 bulan ke depan (Januari 2021).

Hingga kini, pengadilan telah memberi vonis kepada Saeful Bahri dengan hukuman 1 tahun dan 8 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti ikut menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Saeful divonis 2,5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sementara Wahyu divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp600 juta dari kader PDI-Perjuangan Harun Masiku dan Rp500 juta dari Sekretaris KPUD Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo, terkait dengan seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020—2025.

Terungkap di pengadilan, jika suap itu dilakukan karena masyarakat Papua saat itu berdemonstrasi karena tinggal 3 Orang Asli Papua (OAP) yang lolos tes akhir dan menuntut agar yang menjadi anggota KPU Provinsi Papua Barat harus ada yang berasal dari putra daerah Papua.

Demi meredakan emosi masyarakat, Thamrin lalu meminta Wahyu mengusahakan agar 3 OAP tersebut seluruhnya lolos.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Wahyu divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Majelis hakim pun memutuskan tidak mencabut hak politik Wahyu pada masa waktu tertentu seperti tuntutan JPU KPK.

Sedangkan Agustiani divonis empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan.

Vonis itu juga lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Agustiani divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.


sumber :antaranews/iy

Kepala Bidang ( Kabid) Pengawasan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan, Abidin. Foto (Ist)

JABARCENNA.COM | KUNINGAN -Peningkatan mutu pendidikan sejatinya diawali dari program yang diterapkan untuk satuan pendidikan, mulai jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) hingga pendidikan menengah (SMA dan SMK). 

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, nyatanya ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam meningkatkan mutu pendidikan. yang mana aspek tersebut yakni Kebijakan, Kepemimpinan Sekolah, Inspratuktur dan Proses Pembelajaran. 

Adanya ke 4 aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan sehingga akan terlihat kualitas atau ukuran baik buruknya proses perubahan dalam mutu pendidikan.

Dikatakan Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan SMP, Disdikbud Kuningan, Abidin mengungkapkan, Kami dari Disdik khususnya di Bidang SMP dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak terlepas dengan menyusun proses pembelajaran dengan menyusun konsep yang ada, baik dengan Pengawas, MGMP dan lainnya hal tersebut dilakukan guna menghidupkan kembali dunia pendidikan khususnya dalam mutu pendidikan yang lebih baik lagi, Ucap Abidin, Senin (28/12) saat ditemui di ruang kerjanya. 

Apalagi kita dikagetkan dengan kondisi yang sekarang, kata Abidin. Kondisi pandemi yang sekarang sedang dihadapi dan adanya pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) dalam dunia pendidikan maka bagaimana caranya kita menyelaraskan dan tetap meningkatkan mutu pendidikan khususnya di bidang SMP. Sehingga dengan adanya program-program yang telah dilaksanakan bisa menarik siswa untuk pola pembelajaran baru. Ujarnya 

Lanjutnya, belum lama ini juga kita dikasih tahu bahwa Raport Mutu Pendidikan untuk Kabupaten Kuningan mendapat peringkat Ke-9 dimana di tahun sebelumnya Raport Mutu Pendidikan di Kabupaten Kuningan itu ada di peringkat ke-12. 

"Jadi hasil Monitoring dan Evaluasi (monev) Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Tingkat Jawa Barat, kita sekarang rapot mutu pendidikan dapat rangking 9 (sembilan.red) yang dulu kita dapat rangking 12 (dua belas.red)" kata Abidin 

Harapannya dengan adanya rangking yang didapat sekarang khususnya dalam dunia pendidikan di bidang SMP di Kabupaten Kuningan, yang mana adanya peningkatan mutu pendidikan yang terlihat lebih baik dengan diraihnya peringkat ke 9 tersebut, kedepan kita akan terus berupaya dan berikhtiar untuk terus meningkatkan mutu pendidikan.

"Insaallah manakala upaya dan ikhtiar kita diajukan berkaitan dengan inovasi dan melalui pembekalan-pembekalan maka kedepan semakin naik dan baik untuk mutu pendidikan kita" pungkasnya


.Iwan


JABARCENNA.COM | Sukabumi - Hari Senen 28 Desember 2020,Sebanyak 289 KRTS, Dikarenakan Kepala Desa Kadudampit IIP FIRDAUS Masih Dalam Kondisi Sakit,Dalam Sambutan Diacara Perealisasian Penyaluran Dana Bansos Pemprov Tahap Ke.4 yang diwakili oleh Kaur Kesra Ustad Dudung Alamsyah.S.Pd.I Menyampaikan Bahwa Pendistribusian Dana Bansos Dari Pemprov Jawa Barat Ini Sebesar Rp.100ribu Per KRTS, Dan Tak Lupa Atas Nama Kepala Desa Kadudampit,Mohon Maaf Dengan Tidak Bisa Hadirnya Bapak Kepala Desa Karena Saat Ini Pak Kades Sedang Sakit, Pesan Beliau/Pak Kades,Semoga Acara Ini Berjalan Lancar Dan Tertib, Kata Dudung. 

Ditambahkan Juga Oleh Ketua BPD.Desa Kadudampit Mamat Hendramawan, Kami Atas Nama Pemdes Kadudampit Meminta Pada Warga Penerima Manfaat Untuk Tidak Salah Persepsi Dengan Jumlah Bansos Dari Pemprov Tahap Ke.4 Ini Yg Sejumlah Rp.100ribu Per KRTS,Kami Pihak Pemdes Hanya Menyampaikan Saja Kepada Penerima Manfaat, Dan Kita Harus Bersyukur Atas Nikmat Rejeki Ini Serta Dapat Menggunakannya Untuk Yg Bermanfaat, Pungkas Mamat. 

Saat Diwawancarai Babinkabtibmas Desa Kadudampit Bripka.Koernia.SH Mengatakan, Saya Selaku Babinkabtibmas Sangat Merasa Bersyukur Atas Direalisasinya Penyaluran Bansos Dari Pemprov Tahap Ke.4 Ini,Semoga Warga Masyarakat yang Menerima Dapat Menggunakannya Pada Hal yang Bermanfaat, Lebih Lanjut Bripka.Koernia.SH Mengatakan,Kita Tetap Selalu Menghimbau Kepada Warga Masyarakat Desa Kadudampit Untuk Tetap Menjalankan Protokol Kesehatan Yaitu Menjaga Jarak Dan Memakai Masker Dimanapun Serta Mencuci Tangan Minimal 20menit Sekali. Pungkas Bripka.Koernia.SH 

Dalam Acara Penyaluran Bansos Dari Pemprov Tahap Ke.4 Tersebut,Babinsa Desa Kadudampit Sersan Dua.Agus Karlan Menambahkan,Saya Sangat Berterimakasih Kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah menyalurkan Bansos Tahap Ke.4 Ini, Harapan Saya Semoga Warga Masyarakat Desa Kadudampit yang Menerima Dapat Memanfaatkan Bantuan Tersebut Dengan Sebaik-baiknya, Ucap Serda.Agus.K, Lebih Lanjut Serda Agus Karlan Mengatakan, kita Harus Tetap Mematuhi Protokol Kesehatan, sayapun Selaku Babinsa Desa Kadudampit Mengingatkan Kepada Warga Masyarakat Desa Kadudampit Untuk Tetap Menjaga Pola Hidup Sehat Dan Tetap Mematuhi Protokol Kesehatan Yaitu Menjaga Jarak Dan Memakai Masker Dimanapun Berada Dan Mencuci Tangan Memakai Sabun Setiap Minimal 30 Menit Sekali, pungkas Serda Agus Karlan 


.Suhendi




JABARCENNA.COM | SUKABUMI - Bansos Pemprov Jawa Barat tersalurkan di desa Sukamaju Kecamatan Kadudampit Kabupaten Sukabumi. Sebanyak 180 Keluarga Penerima Manfaat terima uang sebesar 100 ribu per kepala keluarga.

Kepala Desa Sukamaju, Shihabudin saat di temui di tempat kerjanya, Senin (28/12) mengatakan pihaknya ucapkan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagaimana bantuan sosial yang tahap ke 4 ini sudah tersalurkan.

Dirinya mengharapkan bantuan uang sebesar 100 ribu tersebut dapat berguna dan bermanfaat bagi para penerimanya.

Dalam pembagian bantuan tersebut dihadiri pula Babinkabtibmas Desa Sukamaju Aiptu Asep Makbul.

Dikatakan Aiptu Asep Makbul "syukur Alhamdulillah dalam Acara Perealisasian Penyaluran Dana Bansos dari Pemprov Jawa Barat Tahap Ke.4 Ini, Warga Masyarakat Desa ini tetap mematuhi Protokol Kesehatan sesuai yang dianjurkan yaitu dengan tetap menjaga jarak dan memakai masker serta mencuci tangan minimal 20 menit sekali. Pungkas Aiptu Asep Makbul.

Hal senadapun dikatakan oleh Babinsa Desa Sukamaju Sersan Dua Agus Karlan Dalam Wawancaranya mengatakan, Saya selaku Babinsa Desa Sukamaju tetap memberi arahan kepada warga Desa Sukamaju untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yaitu dengan menjaga jarak dan memakai masker. 

Harapan saya semoga perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang berupa Dana Bansos ini dapat digunakan oleh penerima manfaat dengan sebaik-baiknya. Ujar Karlan


.Suhendi/Sri.Nenkli



Diberdayakan oleh Blogger.