JABARCENNA.COM | Portal Berita Jabar Katanya

JabarCeNNa.com, Bandung - Peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adrin Tohari, membantah data yang disampaikan Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian, dan Pengembangan (Bappelitbang) yang menyebut beberapa wilayah di Kota Bandung memiliki potensi terjadinya likuifaksi, jika suatu waktu terjadi gempa bumi.

Kota Bandung, tegas Adrian, memiliki struktur tanah lempung, dan secara teori likuifikasi mustahil terjadi pada kondisi yang seperti demikian.

"Tanah di Kota Bandung bagian selatan dan timur memiliki struktur tanah lempung, secara teori tidak akan mengalami likuifaksi," ujar Adrin Tohari, kepada Antara ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat, 12 Oktober 2018.

Adrin mengatakan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Geoteknologi LIPI, struktur bawah tanah di Cekungan Bandung berupa tanah lempung dan tidak ditemukan adanya pasir hingga kedalaman 15 meter.

Untuk bisa terjadi likuifaksi atau hilangnya kekuatan tanah sehingga tidak memiliki daya ikat, ada beberapa syarat seperti adanya pasir di bawah tanah, muka air tanah yang dangkal, dan ada sumber titik gempa di wilayah tersebut.

Namun berdasarkan penelitian LIPI bahwa struktur tanah di Cekungan Bandung berupa tanah lempung. Tanah lempung ini merupakan akumulasi dari endapan danau Bandung purba yang telah mengering jutaan tahun lalu.

"Berdasarkan teori tanah lempung itu tidak akan mengalami likuifaksi. Lempungnya lempung lunak jadi tidak akan mengalami likuifaksi," kata dia.

Struktur tanah ini terjadi karena partikel-partikel halus yang tidak mengalami pemadatan akibat kondisi air yang tenang bekas danau purba, sehingga menghasilkan tanah lempung.

"Ga ada endapan lain, ga terendapkan di lapisan lempung itu. Jadi lempung itu tidak mengalami pemadatan sehingga kondisi sekarang masih lunak," katanya.

Menurutnya, masih ada kerawanan lain yang menjadi konsekuensi dari struktur tanah lempung ini yakni getaran atau guncangan yang akan sangat terasa jika terjadi gempa.

Adrin menyebut penguatan getaran atau goncangan keras tersebut dengan istilah amplifikasi.

"Yang harus diwaspadai fenomena amplifikasi atau penguatan getaran gempa. Karena kalau di tanah lunak itu getaran akan terasa kuat," kata dia.

Sebelumnya, Kepala Sub Bidang 1 Perencanaan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (PIPW), Bappelitbang Kota Bandung, Andry Heru Santoso menjelaskan, sejumlah titik di Kota Bandung juga memiliki potensi fenomena likuifaksi.

Berdasarkan penelitian dari Geodesy Research Group, Institute Technology Bandung dan International Decade for Natural Disaster Reduction yang bekerjasama dengan Bappeda Kota Bandung sekitar tahun 1992 sampai tahun 2000, terdapat 10 lokasi di Kota Bandung yang berpotensi likuifaksi.

Lokasi tersebut yaitu Kecamatan Kiaracondong, Antapani, Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astanaanyar, Regol, Lengkong dan Kecamatan Bandung Kidul.

"Ke-10 kecamatan tersebut mungkin masih berpotensi atau tidak, nanti perlu didata dan diupdate ulang. Apakah ada penambahan atau pengurangan, itu kan baru potensi saja," katanya.


.ant/tn

JabarCeNNa.com, Garut - Penyidik Polda Jawa Barat menahan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Subang,  Ade Rusyana, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Kesehatan di RSUD Pameungpeuk, (Alkes), Kamis, 11 Oktober 2018.

Sebelum ditahan, Ade sempat menjalani pemeriksaan beberapa jam di Mapolda Jabar.

Dalam kasus dugaan korupsi Alkes RSUD Pameungpeuk ini, penyidik telah menetapkan empat tersangka. 

Dua tersangka dari pihak swasta yaitu Heri sudah ditahan di Mapolda Jabar, dan Nia selaku Direktur PT Triniti pemenang lelang yang kini ditahan di Rutan Banceuy.

Satu tersangka lainya yakni dr Iman, mantan Kadinkes, tidak ditahan karena yang bersangkutan sedang mengalami stroke.

Direskrimsus Polda Jabar, Kombes Samudi mengatakan, dalam kasus ini, berdasarkan audit dari pihak BPK, negara mengalami kerugian sebanyak Rp4 miliar.

"Dalam kasus ini kerugian negara mencapai Rp4 miliar," kata Samudi ketika dihubungi, Jumat (12/10).

Samudi menjelaskan, korupsi tersebut terjadi pada tahun anggaran 2013.

"Ini tahun anggaran 2013, sedangkan sumber dana berasal dari dana hibah Kemenkes sebesar Rp14 miliar," jelas Samudi.

Lebih jauh Samudi menerangkan, pengungkapan kasus ini berawal dari adanya laporan masyarakat.

Laporan yang diterima pihak penyidik adalah soal dugaan adanya pengaturan lelang atas proyek pengadaan Alkes di RSUD Pameungpeuk.

Pada saat itu Kadinkes masih dijabat dr Irman, sedangkan, Ade Rusyana ketika itu masih menjabat sebagai Kabid Yankes di Dinkes Garut.

Dalam lelang proyek tersebut, PT Triniti menggunakan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

"Dalam kasus ini pun diduga terjadi mark up," pungkas Sumadi.


.tn

JabarCeNNa.com, Bandung - Sesar Lembang sepanjang 29 Km menyimpan potensi gempa berkekuatan 6,4 SR dan terjadinya likuifaksi atau pencairan tanah menjadi lumpur. 

Sesar Lembang terhampar dari Padalarang di Kabupaten Bandung Barat (KBB) hingga Gunung Manglayang di Kabupaten Bandung, dengan pergerakan antara 3 milimeter hingga 5,5 milimeter pertahun.

Sedangkan ancaman likuifaksi mengancam sedikitnya 10 wilayah kecamatan di Kota Bandung.

Ke-10 kecamatan tersebut adalah Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astanaanyar, Regol, Lengkong, Bandung Kidul, Kiaracondong, dan Antapani.

Demikian publikasi yang dilakukan Pemkot Bandung, di Balaikota Bandung, Kamis, 11 Oktober 2018, atas informasi tentang Sesar Lembang yang sudah 18 tahun terpendam.

Kepala Sub-Bidang Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbang) Kota Bandung, Andry Heru Santoso, mengatakan Informasi tersebut adalah hasil penelitian yang dilakukan Pemkot Bandung bekerja sama dengan ITB dan United Nation tahun pada 1990-2000.

"Ini kita sampaikan bukan tujuan menakut-nakuti warga. Tetapi, ini adalah bagian dari antisipasi,  agar warga selalu siap menghadapi bencana, karena kapan bencana datang tidak bisa diorediksi," terang Andry di Balaikota, Kamis (11/10).

Andry berharap publikasi hasil penelitian tersebut dapat membuat warga semakin waspada. 

"Dengan demikian, jumlah korban bisa diminimalisasi," katanya.

Seperti diketahui, gempa Palu dan Donggala, berkekuatan 7,4 SR, tidak saja menimbulkan tsunami tetapi juga likuifaksi yakni mencairnya tanah menjadi lumpur, yang mengakibatkan ribuan rumah dan penghuninya di kawasan Petobo, Palu, terkubur lumpur

Andry menambahkan, selain potensi likuifaksi, hampir semua kawasan di Kota Bandung adalah kawasan rawan bencana gempa yang mungkin terjadi akibat pergerakan Sesar Lembang.

Sesar ini diprediksi akan menghasilkan gempa berkekuatan 6,8 skala Richter jika bergerak dalam waktu yang tiba-tiba.

Ancaman ini makin nyata karena berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sesar ini dalam keadaan aktif. 

Dari data diperoleh informasi bahwa sepanjang 2016 sampai Maret 2017 setidaknya terdapat 31 gempa yang terjadi di Jabar dan sebagian di antaranya dapat dirasakan di Lembang. Dua dari ke-31 gempa itu bahkan berpusat di barat daya Lembang dan Kota Bandung.

Andry mengatakan, meski semua kawasan di Kota Bandung merupakan kawasan yang rawan bencana, tetapi tingkat kerawanannya bervariasi.

"Tingkat kerawanan dan kerusakannya sangat bergantung wilayah," terangnya.


.tn

Ilustrasi
JabarCeNNa.com, Cimahi - Ibu dan dua anaknya tewas dalam rumahnya yang terbakar di Gang Edeng nomor 109 RT.02/RW.18 Desa Cibabat  Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Kamis 11 Oktober 2018 malam.

Api diduga berasal dari lilin yang lupa dimatikan, dan kebetulan aliran listrik sedang padam di wilayah tersebut.

Mobil pemadam yang tiba di lokasi hanya sempat melokalisir agar api tidak merembet ke rumah lain di pemukiman padat tersebut.

Berkat kesigapan petugas, api hanya menghanguskan rumah korban yang berukuran 48 M2 itu.

Korban meninggal, Nurhayati, 32, serta  dua anaknya Alma, 10, dan Hanna (3). Suami dan ayah para korban Hamdan alias Dadan, 35, nampak sangat terpukul atas musibah yang menimpa keluarganya. Kebetulan pada saat kejadian dia sedang tidak ada di rumah.

Keterangan diperoleh menyebutkan, kebakaran diketahui pertama kali sekitar pukul 21.30 WIB. Saat kejadian, memang tengah berlangsung pemadaman listrik bergilir oleh PLN sejak pukul 19.30 WIB.

"Memang listrik lagi mati. Tahu-tahu saja kita lihat api sudah membesar dari rumah teh Nur (korban). Kita enggak tahu kapan munculnya api muncul, tahu-tahu sudah besar," kata salah seorang warga, Ana, 38, yang kebetulan adalah sepupu korban.

Ana mengaku sempat memanggil-mangil sepupunya tersebut saat api sedang menyala, tetapi tidak ada sahutan.

Ketika api sudah padam, dan alirin listrik sudah menyala, warga menemukan jasad Nurhayati dan dua anaknya tewas mengenaskan hangus terpanggang api.

Kasus kebakaran ini ditangani Polsek Cimahi Kota. Kanit Reskrim Polsek Cimahi Kota AKP Nana Supriatna mengatakan, pihaknya melakukan pengamanan lokasi kebakaran. Setelah korban ditemukan, jasadnya langsung dievakuasi.

"Jenazah ibu dan 2 orang anak ini kami bawa ke RSUD Cibabat Cimahi untuk ditangani. Kondisi tubuhnya hancur terbakar," katanya.

Rumah korban pun dipasangi garis polisi oleh aparat kepolisian guna penyidikan lebih lanjut.



.asbud/tn
Diberdayakan oleh Blogger.