JABARCENNA.COM | Portal Berita Jabar Katanya

Ketua DPRD Kabupaten Kuningan, Rana Suparman. (Foto: Ist)
JabarCeNNa.com, Kuningan - Ketua DPRD Kabupaten Kuningan Rana Suparman mengatakan perbuatan korupsi adalah perbuatan perseorangan.

Hal ini disampaikan Rana bukan terkait korupsi jamaah di DPRD Kota Malang yang sedang disidik KPK, tetapi menanggapi pemberitaan JabarCeNNa.com yang menurunkan laporan korupsi di Desa Sagaranten, Kecamatan Ciwaru.

Kasu korupsi tersebut telah dilaporkan ke Unit Tipikor Polres Kuningan sejak Januari 2018 lalu.

Rana juga mengatakan, tidak ada ruang vonis bagi dewan atas kasus dugaan korupsi yang terjadi di Desa Sagaranten.

"Tidak ada ruang vonis bagi dewan dalam soal itu. Kasus tersebut sebaiknya disampaikan kepada pihak eksekutif," kata Rana ketika ditemui di ruang kerjanya, Kamis, 6 September 2017.

Korupsi menurut politisi PDIP ini adalah murni perbuatan perseorangan, dan menolak anggapan bahwa korupsi adalah perbuatan sistem.

"Perbuatan korupsi itu perbuatan perseorangan, karena tidak mungkin sistem memerintahkan seseorang untuk korupsi," kata Rana.

Rana lalu mengilustrasikan, bagaimana seharusnya sebagai seorang muslim melaksanakan sholat tanpa harus disuruh. Bagaimana seseorang menafkahi anak istri dengan uang yang halal.

"Jadi begitu juga dengan korupsi, tidak mungkin sistim atau UU memerintahkan seseorang untuk korupsi," tandasnya.

Terkait kasus korupsi yang diduga dilakukan Kepala Desa Sagaranten Rastim Yudiana, Rana sekali lagi menegaskan, tidak ada ruang bagi dewan untuk memonis.

"Tidak ada ruang bagi dewan untuk memonis itu," ucapnya.

Seperti diberitakan JabarCeNNa.com dalam lima seri laporanya bahwa, warga Desa telah melaporkan Rastim ke Unit Tipikor Polres Kuningan, dan diduga Rasti telah melakukan manipulasi pengerjaan beberapa pekerjaan infrastruktur dan juga gapura, baik dengan modus pengurangan kualitas, pengurangan volume, tidak melaksanakan pekerjaan yang telah dianggarkan, hingga kepada perbuatan menjual ratusan pipa bantuan pemerintah pusat melalui Dirjen Cipta Karya bagi program Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan sanitasi Berbasis Masyarakat).

TPT
Rastim diduga telah mengurangi kualitas dan volume pada pengerjaan Tembok Penahan Tebing (TPT) di Dusun Babakan dengan jumlah anggaran Rp188 juta (TA 2016) dan Rp150 juta (TA 2017)

TPT TA 2016 senilai Rp188 juta, volume yang seharusnya 155 M dengan tinggi 4 M, dan ketebalan 40 Cm pada bagian atas dan 60 Cm pada bagian bawah, namun fakta di lapangan, panjang TPT terpasang tidak sampai 40 M.

Selain terjadi pengurangaan volume, juga diduga terjadi pengurangan kualitas.

Pengurangan kualitas dan volume juga terjadi pada TPT terpasang yang dibangun pada TA 2017.

Dana alokasi sebesar Rp150 juta yang seharusnya menghasilkan TPT sepanjang 100 meter, dengan tinggi 4 meter, tetapi faktanya hanya terpasang sepanjang tidak sampai 30 meter.

"Tidak sampai 30 meter," kata warga.

JUT
Lalu dugaan korupsi juga terjadi pada proyek pengerjaan Jalan Usaha Tani (JUT). Jumlah anggaran lumayan besar yakni Rp195 juta (TA 2016) dan Rp131,4 juta (TA 2017).

Pada TA 2017 diperoleh JUT hanya sepanjang sekitar 625 meter dengan lebar 1,5 meter. Dan pada TA 2016 diperoleh 450 meter, juga dengan lebar 1,5 meter.

Namun warga kecewa, karena JUT yang dihasilkan jauh dari harapan warga. Jalan tetap berupa tanah yang tidak mungkin dilalui sepeda motor terlebih pada musim hujan, karena jalan akan menjadi licin. Tidak ada material berupa pasir ataupun batu kerikil, sebagaimana seharusnya jalan usaha tani dikerjakan.

Gapura
Kepala Desa Sagaranten Rastim Yudiana pun dinilai warga bersikap otoriter dalam penggunaan ADD (Alokasi Dana Desa) yang digelontorkan Pemerintah Pusat. Tidak ada musyawarah, jangankan warga, para anggota BPD ditinggalkan.

Bahkan penyusunan APBDes TA 2016, kata warga, Rastim memalsukan tandatangan para Anggota BPD, kecuali Ketua BPD.

Pada TA 2016, Rastim membangun gapura, bukan satu atau dua, tetapi tiga buah sekaligus. Padahal, gapura Selamat Datang telah ada dan berdiri di perbatasan Desa Margacina.

Biaya untuk membangun ketiga gapura tersebut lebih dari Rp150 juta. Uang tersebut terbuang kurang manfaat bagi masyarakat desa, kata kebanyakan warga Desa Sagaranten.

Ketiga gapura tersebut berdiri di Dusun Babakan, Dusun Sagara, dan di TPU (Tempat Pemakaman Umum.

Gapura Dusun Babakan menelan biaya Rp61,9 juta, gapura Dusun Sagara Rp61,7 juta dan gapura TPU Rp25,5 juta.

"Untuk apa gapura-gapura itu dibangun?? Padahal pada tahun 2015 sudah dibangun Gapura Selamat Datang dengan biaya Rp60 juta yang berdiri di perbatasan Desa Margacina," kecam Ali, seorang warga.

Ratusan Pipa Dicuri
Sebuah truk tampak saat melakukan pemuatan pipa-pipa bantuan Ditjen Cipta Karya dari garasi Rastim tempat penyimpanan pipa-pipa tersebut, Sabtu 17 November 2017. (Foto; Ist)
Rastim, sang kepala desa juga dicurigai telah mencuri dan menjual ratusan pipa bantuan Pemerintah Pusat melalui Dinas Cipta Karya untuk program Pamsimas.

Pipa-pipa tesebut tadinya disimpan Rastim di garasi mobilnya. Namun suatu waktu yakni pada 17 November 2017, pipa-pipa tersebut dimuat ke sebuah truk lalu dibawa dan kebetulan diikuti warga, dan diektahui masuk ke SMPN I Ciwaru.

Akibatnya program Pamsinas terbengkalai. Menurut warga, pipa terpasang di hilir hanya 13 batang dan di hulu 8 batang.

Bantuan ratusan pipa tersebut menurut catatan warga nilainya Rp240 juta dan untuk pengerjaanya telah dialokasikan di APBDes sebesar Rp39,9 juta.

Latasir
Manipulasi juga diduga dilakukan Rastim pada proyek pembangunan dan pemeliharaan jalan Latasir (Lapis tipis aspal dan pasir) pada TA 2017 senilai Rp 280 juta dengan volume panjang 1.100 meter dan lebar 3 meter.

Namun warga kecewa dengan hasil pengerjaan Latasir jalan di Dusun Babakan tersebut. Tidak hanya dari aspek kualitas, tetapi juga dari aspek volume.

Panjang jalan yang dilatasir, yang seharusnya mencapai 1.100 meter, namun ketika diukur warga hanya ada 900 meter.

"Waktu kita ukur, panjang jalan yang dikerjakan hanya 900 meter. Harusnya 1.100 meter. Lalu kemana pasir, semen dan aspal yang 200 meternya lagi," kata seorang warga yang mengaku bernama Sueb.

Lebar jalan juga kurang dari tiga meter, imbuhnya. Sueb mengatakan, proyek tersebut dikerjakan kontraktor dari Kuningan.

"Kontraktornya dari Kuningan, saya lupa haji siapa namanya,"  kata Sueb.

Selain itu, terkait pembangunan dan pemeliharaan jalan desa, pada TA 2016, kata Sueb, juga ada dianggarkan sebesar Rp50 juta.

"Tetapi masyarakat tidak ada yang tahu, jalan yang mana yang dibangun, jalan yang mana yang dipelihara. Di APBDes  TA 2016 ada, tapi bukti di lapangan tidak ada," ungkap Sueb.

Berzina Saja Butuh Dua Orang

Menanggapi pernyataan Rana atas kasus dugaan korupsi di Desa Sagaranten yang mengatakan bahwa korupsi adalah perbuatan perseorangan, disesalkan dan dikecam Direktur Bidang Politik dan Pemerintahan ANCaR Institute, Rudi Rudianto.

Menurutnya, pernyataan Rana tersebut adalah pandangan yang keblinger. Perbuatan korupsi tidak bisa disebut sebagai perbuatan perseorangan, karena disana ada sistem pemerintahan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan secara adminstratif dan juga ada pengawasan.

"Lalu kalau disebut itu sebagai perbuatan perseorangan, lalu dimana sistim pemerintahan dan sistim pengawasan," kata Rudi dalam.

"Perbuatan zina saja dibutuhkan dua orang, apalagi korupsi," kata Rudi, kali ini dalam nada yang tinggi.

Rudi mengecam pernyataan Rana tersebut,  dan hal itu menurutnya, menunjukan kalau Rana selaku Ketua Dewan tidak memiliki kepekaan dalam soal korupsi.

"Itu menandakan dia tidak peka terhadap persoalan korupsi yang sudah masif dan sistemik di negeri ini," nilai Rudi.

Rudi setuju, kalau dikatakan dewan tidak punya ruang untuk memonis perbuatan korupsi yang diduga dilakukan Kepala Desa Sagaranten Rastim Yudiana. Namun, lanjut dia, seharusnya Rana melihat persoalan ini, terkait dengan fungsi legislatifnya untuk melakukan pengawasan.

"Pengawasan, kan juga menjadi tugas dari dewan. Dan jika masyarakat melalui pers telah melakukan pengawasan, tentunya kan, dia harus memperkuat itu, dan bersinergi dengan pengawasan yang dilakukan rakyat. Bukan malah memberikan pernyataan-pernyataan yang menyesatkan," sergah Rudi.

Rana, kata Rudi, harus memberikan klarifikasi atas pernyataanya tersebut, terutama pandanganya yang menilai bahwa korupsi adalah perbuatan perseorangan.

"Buat klarifikasilah, apalagi tahun 2019 ini kan dia mau maju lagi jadi wakil rakyat," pungkas Rudi.



.tn


JabarCeNNa.com, Jakarta -  Tersangka kasus suap PLTU Riau -1 Eni Maulani Saragih mengaku sudah mengajukan diri sebagai "justice collaborator" (JC) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang menangani kasusnya.

"Saya sudah sampaikan," ucap Eni usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 5 September 2018. 

Belum diperoleh tanggapan dari KPK mengenai permohonan tersebut. KPK, biasanya hanya akan mengabulkan permohonan tersangka sebagai JC dengan dua syarat.  Pertams yang bersangkutan mengaku bersalah. Kedua, bukan otak pelsku atau bukan pelaku utama dalam kasus koruosi yang sedang ditangani.

Eni diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK), tersangka pemberi suap dalam kasus PLTU Riau -1. JBK adalah pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, salah satu perusahaan konsorsium yang akan mengerjakan proyek PLTU Riau - 1 

Eni mengaku mengenal JBK dari Setya Novanto, mantan Ketua Umun Partai Golkar yang saat ini sedang menjalani pidana dalam kasus korupsi E-KTP.

"Ya memang saya kenalnya dari mana lagi, saya kan kenal Pak Kotjo dari Pak SN (Setya Novanto)," kata.Eni, yang sebelum kasus ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI.

Dalam kasus suap PLTU Riau -1, selain Eni Maulani dan JBK, terakhir KPK juga telah menetapkan mantan Sekjen Partai Golkar yang juga mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebagai tersangka 

Dalam kesempatan lain, terkait kssus PLTU Riau - 1, Eni pernah menyatakan dirinya hanyalah petugas partai, dan hanya mrnjalankan tugas yang diberikan pimpinan partai.

Eni sempat menjadi Bendhara Munaslub Partai Golkar bersamaan dengan penanganan penganggaran proyek pembangunan PLTU Riau -1. 

Dalam Munaslub tersebut Setya Novanto terpilih kembalu sebagai Ketua Umum.

.mar/tn


JabarCeNNa.com, Bandung - Dua pelaku pembegalan terhadap mahasiswi Shanda Puti Denata berhasil dibekuk polisi,  satu diantaranya ditembak mati, Rabu, 5 September 2018.

Pelaku Aminatus Solihin alias Ami terpaksa ditembak dan mati, karena berusaha kabur setelah berhasil mengecoh petugas, saat diminta menunjukan rumah temanya, Yonas Aditya.

Yonas juga mencicipi timah emas di kakinya karena juga berusaha mencoba kabur saat hendak ditangkap.

Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto menuturkan, dalam aksi pembegalan tersebut, Aminatus berperan sebagai eksekutor, sedang Yonas sebagai joki.

Kapolda mengatakan, yang pertama kali ditangkap adalah Aminatus pada Selasa (4/9) malam. Saat ditangkap petugas menemukan ponsel merk  Xiaomi milik Shanda.

Ketika diintograsi petugas, kata Agung, Ami mengaku melakukan aksinya bersama temanya, Yonas Aditya. 

Petugas minta Ami untuk menunjukan rumah Yonas. Dan Yonas pun diciduk dari rumahnya, Rabu (5/9) dini hari.

Saat berada di rumah Yonas, Ami berusaha kabur setelah berhasil mengecoh petugas. Namun petugas segera mengetahuinya, sehingga petugas mengambil tindakan tegas dan menembak Ami.

"Terpaksa diberi tindakan tegas pada tersangka Aminatus Solihin alias Ami karena berusaha mengecoh petugas dan melarikan diri," ujar Kapolda di RS Sartika Asih, Jalan Mochammad Toha, Kota Bandung, Rabu (5/9).

Jonas juga berusaha kabur, dan petugas pun menghadiahinya dengan timah panas di kakinya.

Agung juga menjelaskan, ketika beraksi keduanya mengenderai sepeda motor matic Nopol D 5699 KP.

Dalam penangkapan itu, polisi menyita barang bukti ponsel sebanyak 4 unit beragam merek,  mamera DSLR, tas berisi perlengkapan wanita, dua STNK, dan enam SIM card.

Kapolda memastikan, Ami, warga Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung, dan Yonas warga Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, sebagai pelaku pembegalan atas diri Shanda mahasiswi STT Tekstil Bandung di Jalan Cikapayang, Bandung, pada Kamis (30/8) dini hari sekitar pukul 03.30.

Seperti diberitakan, Shanda yang ketika itu dibonceng temanya dipepet Yonas yang berboncengan dengan Ami.  Tiba-tiba saja tas Shanda ditarik Ami dan coba merampasnya. Namun Shanda mencoba mempertahankan tasnya hingga akhirnya dia jatuh ke aspal.

Shanda sempat di RS Borromeus Bandung, dan mengalami koma beberapa jam. Namun pada akhirnya wanita Kota Banjar itu menghembuskan nafas terakhirnya akibat luka kepalanya parah saat jatuh membentur aspal jalan.



.Asbud/tn


Pengundangan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan pengalokasian Anggaran Dana Desa (ADD) dalam APBN dengan jumlah relatif besar yang dikelola secara mandiri oleh Desa, diharapkan atau tegasnya ditujukan pada maksud pemerataan pembangunan, pemberdayaan masyarakat desa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. 

Dengan ADD yang dikelola secara mandiri oleh desa, diharapkan dapat menahan arus urbanisasi, dan bahkan dapat nenarik pulang para perantau desa di kota-kota besar untuk kembali dan membangun desa.

Tetapi faktanya, seperti banyak dikhawatirkan banyak pihak, penggelontoran dana besar-besaran ke desa lewat ADD, hanyalah memindahkan korupsi dari kota ke desa.

ADD yang seharusnya dikelola desa, artinya semua stake holder di desa dilibatkan, namun pada prakteknya hanya dikelola pemerintah desa, bahkan tidak jarang dikelola sendiri oleh sang kepala desa bersama oknum- oknum tertentu dan para begundal desa.

Banyak masyarakat desa mengatakan, ADD dikorupsi sang kepala desa, dikorupsi, ceunah. Cenna.


Seperti halnya yang terjadi di Desa Sagaranten.


Jalan Latasir Dikorup 200 Meter

JabarCeNNa.com, Kuningan- Pembangunan bagi warga desa tertinggal kerap  dipersamakan dengan pembangunan Infrastruktur jalan. 

Infrastruktur jalan,  bagi warga pedesaan dirasa sangat penting, karena dengan adanya infrastruktur jalan berarti terbukanya isolasi, meningkatnya mobilitas warga sebab terbukanya jalur untuk berlalulintas.

Terlebih bagi warga Desa Sagaranten, Kecamatan Ciwaru,  yang wilayahnya merupakan areal perbukitan, pembangunan infrastruktur jalan adalah kebutuhan yang sangat vital, sebagai upaya penundukan atas geografis Desa Sagaraten yang kurang bersahabat.

Karenanya warga menyambut gembira ketika Pemerintah Desa Sagaranten memplot anggaran bagi pembangunan dan pemeliharaan jalan Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir) sepanjang 1.100 meter dengan lebar 3 meter, di Dusun Babakan.

Pembangunan jalan Latasir tersebut dianggarkan pada Tahun Anggaran (TA) 2017, dengan nilai Rp280 juta.

Namun warga kecewa dengan hasil pengerjaan Latasir jalan di Dusun Babakan tersebut. Tidak hanya dari aspek kualitas, tetapi juga dari aspek volume.

Panjang jalan yang dilatasir, yang seharusnya mencapai 1.100 meter, namun ketika diukur warga hanya ada 900 meter.

"Waktu kita ukur, panjang jalan yang dikerjakan hanya 900 meter. Harusnya 1.100 meter. Lalu kemana pasir, semen dan aspal yang 200 meternya lagi," kata seorang warga, yang mengaku bernama Sueb

Lebar jalan juga kurang dari tiga meter, imbuhnya.

Sueb mengatakan, proyek tersebut dikerjakan kontraktor dari Kuningan.

"Kontraktornya dari Kuningan, saya lupa haji siapa namanya,"  kata Sueb.

Terkait pembangunan dan pemeliharaan jalan desa, pada TA 2016, kata Sueb, juga ada dianggarkan sebesar Rp50 juta.

"Tetapi masyarakat tidak ada yang tahu, jalan yang mana yang dibangun, jalan yang mana yang dipelihara. Di APBDes  TA 2016 ada, tapi bukti di lapangan tidak ada," ungkap Sueb.

Lalu pengeluaran untuk pembelian mesin molen juga ada, tetapi mesin molenya, warga tidak pernah lihat, tambah dia.

Kepala Desa Sagaranten, Rastim Yudiana, beberapa kali dicoba dihubungi JabarCeNNa, baik per telepon atau pun SMS, tidak pernah direspon yang bersangkutan. Padahal keterangan Rastim menjadi penting, untuk bersisian dengan laporan warga.

Namun demikian, kasus ini telah dilaporkan warga ke Unit Tipikor Polres Kuningan pada 17 Januari 2018 yang lalu.

"Kita sudah laporkan ke Tipikor Polres Kuningan, sekitar 8 bulan yang lalu. Kita diminta bersabar oleh pak Arief (Kanit Tipikor Polres Kuningan Iptu Arief Budi Hartoyo, red). Kata pak Arief, kasus korupsi beda dengan kasus maling ayam. Mohon warga bersabar," ungkap Sueb.

Tunggu Hasil Dari Polres

Di lain tempat dikatakan Kabid Pemerintahan Desa DPMD Kabupaten Kuningan, Akhmad Faruk, S.Sos, M.Si.  saat dimintai tanggapan terkait kasus dugaan korupsi yang terjafi di Desa Sagaranten Kecamatan Ciwaru Kabupaten Kuningan tersebut pihaknya mengatakan " Kasus Desa Sagaranten tersebut kan sudah masuk pelaporan ke pihak kepolisian maka kita percayakan kepada pihak yang menangani terutama pihak polres kuningan" ungkapnya

Akan tetapi menurut faruk,  apabila hasil dari pihak kepolisian sudah turun dan ditetapkan sebagai tersangka baru pihak kita juga akan melakukan tindakan dengan melakukan pemberhentian sementara, nah, untuk sekarang ini kita tunggu seperti apa nanti hasilnya yang dikeluarkan dari pihak kepolisian. Kalo sekarang kan sipatnya masih terlapor kan". ucap faruk. 


.tn
Diberdayakan oleh Blogger.