Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio. Foto: tribunnews |
Jakarta - Terjadinya penyerangan terhadap Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai Penusukan atau penyerangan kepada Wiranto dapat dibaca sebagai adanya ancaman terhadap stabilitas politik dan keamanan. Terlebih penyerangan itu dilakukan menjelang pelantikan presiden-wakil presiden pada 20 Oktober 2019.
"Sangat mengganggu. Ini karena yang diserang menteri, terlepas dari Wiranto-nya," kata Hendri dilansir Tempo.co, Kamis, 10 Oktober 2019.
Hendri mengatakan, jika penusukan itu memang murni peristiwa kriminal, penyerangan terhadap Menkopolhukam itu ibarat menusuk jantung pertahanan. Dia juga menyebut penyerangan itu menjadi tamparan bagi aparat keamanan.
Hendri pun menilai ada beberapa hal yang mesti dibenahi. Pertama, seluruh elemen bangsa harus bersatu menjaga Indonesia dari segala hal yang berpotensi mengganggu keamanan. Kedua, aparat keamanan juga kembali fokus menjalankan tugasnya dan menghindar dari ingar-bingar politik praktis.
"Ini saatnya bagi aparat keamanan untuk kembali fokus ke pengamanan daripada ikut tenggelam dalam hiruk pikuk politik praktis," ujar Hendri.
Hendri juga meminta agar aparat tak terburu-buru dalam memberikan pernyataan terkait afiliasi pelaku penyerangan dengan kelompok teroris tertentu sebelum adanya penelusuran mendalam. "Aparat harus menahan diri sebelum ada investigasi mendalam," kata dia.
Wiranto ditusuk oleh seorang lelaki ketika akan kembali ke Jakarta di Alun-alun Menes, Pandeglang, Banten. Wiranto mengalami dua tusukan pada bagian perut sebelah kanan.
Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Budi Gunawan menyebut penyerang Wiranto merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang ada di Bekasi, Jawa Barat. ***