JabarCeNNa.com, Kuningan - Gabungan LSM dan Ormas mempertanyakan beroperasinya sebuah pabrik pulpen di Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, mengingat Kabupaten telah ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi.
"Dan pemberian ijin bagi pabrik pulpen tersebut jelas melanggar Perda No 26 tahun 2011 tentang RDTR Kabupaten Kuningan," kata Dadan, Sekjen GASAK (Gerakan Satu Kuningan) saat hearing dengan Komisi I DPRD Kabupaten Kuningan, Jumat 4 Januari 2019.
Sementara itu perwakilan LSM Penjara (Pemantau Kebijakan Aparatur Negara), Niki, menimpali bahwa pabrik pulpen tersebut berkategori industri besar, sedangkan menurut ketentuan Pasal 47 Perda tentang RDTR (Rencana Detil Tata Ruang), yang diijinkan hanyalah industri skala menengah, dan produksinya pun terbatas pada produksi olahan bidang pertanian dan kehutanan.
Sementara itu Ketua Komisi I A Rusdiana mengatakan, dirinya tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan karena para kepala dinas terkait yang diundang tidak dapat hadir karena ada acara lain.
"Surat yang dimasukan teman-teman baru kita terima semalam, jadi mohon dimaklum," kata Rusdiana.
Rusdiana memahami sikap kritis para aktivis LSM dan Ormas, namun dia mengatakan Perda No 26 tahun 2011 tentang RDTR, itu sudah seharusnya direvisi.
"Idealnya RDTR itu dievaluasi setiap lima tahun. Ini kan sudah delapan tahun belum juga direvisi. Ketua (DPRD) juga kesal, RDTR pembahasanya dengan eksekutif tidak kunjung rampung," ungkap Rusdiana.
Sementara itu Direktur Eksekutif ANCaR (Aliansi Nasional Cendikiawan Akar Rumput, Tunggul Naibaho mengatakan, ketiadaan RDTR membuat eksekutif terus menerus melakukan diskresi. Dan menurutnya hal ini tidak sehat bagi sebuah pemerintahan.
"Kalau begitu, eksekutif terus menerus melakukan diskresi, lalu legislatif ikut-ikutan nimbrung. Padahal pemerintahan yang baik harus berdasarkan UU dan peraturan," sindir Tunggul.
Tunggul pun mengungkapkan, dari 541 Kabupaten dan Kota di Indonesia baru 40 saja yang memiliki RDTR. Fakta ini tentu bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang mencanangkan pengurusan ijin yang cepat secara online.
"Kalau tidak ada RDTR, terpaksa pengusaha mengurus perijinanya secara offline," terang Tunggul.
Pihak Bappeda yang hadir juga berharap agar RDTR Kabupaten Kuningan segera direvisi.
"Karena jika tidak direvisi maka pemberian ijin akan mengacu pada RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang sifatnya masih makro. Kalau RDTR itu kan sudah fix, sehingga tidak bisa diskresi," terang Maman dari Bappeda.
Kabid Penyelenggaraan Layanan Perizinan dan Non Perizinan B, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kuningan, Asep Suryaman, pihaknya mengatakan "DPMPTSP hanya sebagai eksekutor, tidak usah saya terangkan lagi tentang tata ruang karena kami hanya eksekutor." ucapnya
"dan menyangkut tentang ijin, kami tidak berani mengeluarkan ijin ketika mekanisme dan tempuhan tersebut belum ada persyaratan"tutupnya
Sementara pihak gabungan Ormas dan LSM Kabupaten Kuningan akan merencanakan hearing lanjutan minggu depan untuk mempertanyakan kembali proses ijin pembangunan proyek pabrik pulpen tersebut dengan meminta para skpd terkait untuk bisa ikut hadir dan duduk bersama.
.iwn/tn