JabarCeNNa.com, Cirebon - Seorang oknum polisi membentak, memaki dan mengintimidasi seorang wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik di Mapolsek Utara Barat (Utbar), masuk wilayah hukum Polresta Cirebon, Jumat, 2 November 2018.
Ade Gustiana, wartawan Radar Cirebon yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan itu mengaku dirinya mulai diintimidasi selepas dia mengambil gambar kegiatan razia yang dilakukan tepat di depan Mapolsek Utbar.
"Saya memang mengambil gambar kegiatan razia itu. 'Apa-apaan kamu main ambil gambar seenaknya. 'Kalau ambil gambar harus lapor pimpinan dulu'," kata Ade menirukan 'bacot' oknum polisi tersebut ketika dihubungi, Sabtu, 3 November 2018.
Ade sendiri datang ke Mapolsek Utbar awalnya untuk konfirmasi atas terjadinya aksi kejahatan di salah satu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di Jl Perjuangan, Kota Cirebon, dan lokasi kejahatan yang terjadi siang kemarin itu masuk wilayah hukum Polsekta Utbar.
"Saya mau konfirmasi, dan saya disuruh tunggu. Nah, setelah lama menunggu saya keluar, iseng-iseng memotret kegiatan razia itu. Disitulahlah kemudian ada oknum polisi berpakaian preman mendatangi saya dan memaki-maki saya," ungkap Ade.
Bahkan, lanjut Ade, si oknum polisi itu merampas HP miliknya, dan mengancam akan menjebloskan dirinya ke sel.
"HP saya dirampas, dan dia suruh saya angkat kaki, kalau tidak akan dijebloskan ke sel," tutur Ade.
Perbuatan tidak menyenangkan ini pun dilaporkan Ade kepada Pimpinan Redaksi Radar Cirebon, Rusdi Polpoke.
Rusdi menyesalkan perilaku si oknum polisi tersebut yang telah melakukan intimidasi kepada wartawanya saat menjalankan tugas.
Menurutnya, perlakuan kasar terhadap jurnalis tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Radar Cirebon juga secara resmi akan melayangkan protes kepada Kapolsekta Utbar AKP Ali Mashar dan Kapolres Cirebon Kota (Ciko) AKBP Roland Ronaldy, kata dia.
“Surat resminya sedang kita siapkan. Tapi kita juga sudah mengawali dengan mengirim protes melalui WhatsApp ke Pak Ali (Kapolsek Utbar) dan juga di-forward ke Pak Kapolres. Kita tentu menyesalkan kejadian itu. Kita menyesalkan cara oknum anggota polisi itu menghadapi jurnalis kami di lapangan. Merampas ponsel, intimidasi, bahkan mengancam menahan wartawan kami, tindakan yang sangat-sangat berlebihan,” tandas Rusdi.
Ia juga menyatakan sudah melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon seluler dengan Kapolsekta Utbar AKP Ali Mashar.
“Barusan ini (tadi malam, red) kita tersambung dengan Pak Ali. Melalui telepon kami sudah menyampaikan apa yang dialami wartawan kami. Pak Ali juga terkejut adanya kejadian ini. Rencananya besok (hari ini, red) kami bertemu, silaturahmi langsung dengan Pak Ali. Sekaligus membahas kejadian ini,” jelas Rusdi.
Menanggapi intimidasi oleh oknum polisi terhadap wartawan Radar Cirebon, Direktur Eksekutif ANCaR Institute, Tunggul Naibaho mengecam keras, dan dia menilai perilaku oknum polisi tersebut cerminan dari watak bad police (polisi jahat) yang memang masih ada di tubuh Polri.
"Polisi seperti itu sangat berbahaya. Karena boleh jadi dia itu adalah penjahat yang bersembunyi di balik baju Polri," tegas Tunggul.
Menurut dia, apa yang salah mengambil gambar kegiatan razia yang dilakukan secara terbuka, apalagi itu dilakukan di depan markas polisi," tanya Tunggul.
Tunggul pun meminta agar pihak pimpinan Polri mengusut tuntas masalah ini, karena nenurutnya ini bukan masalah kecil.
"Ini bukan masalah kecil. Ini masalah besar. Ini masalah persepsi. Bukan main-main. Kita bisa tebak, kira-kira apa yang ada di otak si oknum polisi tersebut atas kerja wartawan. Jelas si oknum itu tidak mau diganggu ketika dia melakukan penyalahgunaan kekuasaanya demi keuntungan pribadi. Makanya dia marah-marah," tandas Tunggul.
Dengan persepsi dan anggapan yang seperti demikian, maka bukan tidak mungkin di lain waktu, di kasus yang lebih besar, model oknum seperti itu, nilai Tunggul, berpotensi melakukan kekerasan bahkan pembunuhan terhadap wartawan.
"Ini kan soal persepsi, dan si oknum itu menganggap wartawan adalah pengganggu dari nafsunya untuk menyelewengkan kekuasaan polisi. Ini sangat berbahaya," ujarnya.
Polri, seharusnya sadar, bahwa dalam sistem demokrasi, pers adalah salah satu pilar rakyat untuk melakukan kontrol sosial.
"Secara konstitusional, Polri harus ridho atas eksistensi pers, sebagaimana pers juga mahfum atas keberadaan Polri sebagai kekuatan sipil bersenjata yang bertugas menegakan hukum, menjaga keamanan dan ketertiban umum," jelas alumnus FHUI tersebut.
Dan kalau ada oknum polisi yang memandang pers sebagai musuh polisi, maka oknum seperti itu dipecat saja langsung. Karena oknum itu hanya akan menghancurkan citra polisi dari dalam, pungkasnya.
.iwy