JabarCenna.com, Bandung - Pencoretan 60 nama calon komisioner dari 16 daerah Kabupaten/kota oleh KPU RI dinilai sebagai bentuk tontonan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) terang-terangan yuang dilakukan lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
"Ini tontonan abuse of power secara terang-terangan," kata Solihin, salah seorang perwakilan dari 60 calon anggota komisioner yang dicoret namanya kepada wartawan di Bandung, Jumat, 5 Oktober 2018.
Solihin merasa heran dengan keputusan tersebut, setelah ditetapkan (oleh pansel) lolos 10 besar, tiba-tiba saja sebanyak 60 nama dicoret oleh KPU Pusat tanpa ada penjelasan.
"Padahal, calon komisioner yang lolos seleksi 10 besar itu tinggal menyelesaikan seleksi tahap akhir, yaitu tahap uji kelayakan, hingga akhirnya terpilih lima," cetus Solihin.
Dikatakanya, nama-nama calon komisioner yang dicoret itu berasal dari 16 daerah, yakni Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten/kota Tasikmalaya, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten/kota Bekasi, Kota Cirebon, Kabupaten/kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta, dan Kota Depok.
Para anggota komisoner yang namanya dicoret pun mengungkapkan kecurigaanya, mereka mengatakan pencoretan tersebut berbau politis. Karena, mereka menilai, provinsi Jabar memiliki jumlah pemilih yang paling besar di Indonesia. Ada lebih 32 juta pemilih untuk menentukan suaranya pada saat Pilpres dan Pileg 2019.
Dan, kata mereka, kasus ini hanya terjadi di Jabar.
"Kami menduga kasus ini sudah direncanakan dan dimainkan oleh kepentingan politik tertentu, untuk itu kami akan melakukan gugatan ke PTUN,” tandas mereka.
Sebelumnya puluhan calon anggota KPU kabupaten/kota se-Jabar juga mendatangi KPU RI di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu, 3 September 2018. Mereka datang meminta penjelasan soal pencoretan nama-nama mereka.
Ketua KPU Kabupaten Tasikmalaya, Deden Nurul Hidayat, beberapa waktu lalu juga menyatakan akan mengajukan gugatan ke PTUN karena namanya tiba-tiba saja dicoret, padahal telah ditetapkan Pansel masuk 10 besar.
Gaduh dan Kisruh
Kegaduhan dan kekisruhan proses rekrutmen calon anggota komisioner di Jawa Barat, mendapat perhatian sejumlah pihak.
Ketua Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jabar, Deni Ahmad Haidar, menyatakan penyesalanya atas menyesalkan kegaduhan dan kekisruhan yang terjadi.
"Jika terus dibiarkan larut tanpa ada penyelesaian, akan berimbas terganggunya tahapan pemilu yang beberapa bulan lagi akan berlangsung," kata Deni, saat dihubungi wartawan, Sabtu, 6 Oktober 2018.
Menurutnya, persoalan rekrutmen anggota KPU itu adalah masuk dalam masalah pemilu, menyangkut nasib bangsa kedepan.
"Saya pikir, bagi komponen-komponen yang mempunyai kewenangan, hal ini harus segera diselesaikan jangan sampai menghambat proses demokrasi," tegasnya.
Kisruhnya persdoalan ini, menurutnya karena proses seleksi rekrutmen komisioner telah dijalankan secara tidak objektif.
"Soal rekrutmen kan ada aturan mainnya, ini sebetulnya kan tinggal mengikuti apa tidak," tandasnya Deni.
Keprihatinan juga ditunjukan Bupati Bandung, Dadang M Naser, dia menilai kegaduhan dan kekisruhan seleksi anggota KPU bak sebuah permainan saja.
"Sangat disayangkan, di zaman keterbukaan seperti sekarang ini, koq masalah penting dan strategis seperti ini(pemilihan komisioner KPU) seolah-olah main-main begini," ujarnya Dadang, ketika dihubungi, Sabtu, (6/10).
Menurut Dadang, dampak kekisruhan yang terjadi, mengakibatkan kosongnya kursi jabatan KPU di daerahnya.
"Seleksi anggota KPU harusnya transparan. Tata cara dalam penentuan komisioner itu harus jelas. Bila ada pendeletan nama, harus disampaikan, apa alasannya? Jangan malah mendelet nama karena ada kedekatan," cetus Dadang.
.asbud/ebiet/tn