JabarCeNNa.com, Kuningan - Terjadi pro kontra atas Pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Kuningan Rana Suparman yang menyatakan bahwa 'korupsi itu perbuatan perorangan atau personal'.
Rana menyampaikan pandanganya tersebut saat kepadanya dimintai komentar atas kasus dugaan korupsi yang terjadi di Desa Saraganten.
"Korupsi itu perbuatan personal, bukan perbuatan sistem," kata Rana kepada JabarCeNNa.com di ruang kerjanya, Kamis, 6 September 2018.
Menurut politisi PDIP ini, tidak ada sistem yang memerintahkan seseorang (penyelenggara negara/pemerintah) untuk melakukan korupsi.
Ketua GMBI Distrik Kabupaten Kuningan, Iwan Muliawan menyatakan sependapat dengan pandangan Rana bahwa korupsi memang perbuatan perseorangan atau personal.
"Saya setuju. Karena korupsi terjadi sebab ada niat dan peluang atau kesempatan," kata Iwan.
Bahkan menurut Iwan, meskipun tidak ada kesempatan, tetapi kalau niat seseorang untuk korupsi itu sangat kuat, maka peluang bisa diciptakan, tegasnya
Karenanya, lanjut Iwan, pengawasan, menjadi hal yang penting, baik itu yang menjadi tupoksi Inspektorat maupum DPRD.
"Jadi, kalau masing-masing instansi berjalan sesuai tupoksinya masing-masing, maka sesungguhnya korupsi dapat dicegah," ucap Iwan.
Namun demikian, Iwan menyatakan prihatin atas masifnya korupsi di Indonesia, dan hal tersebut terjadi, menurutnya, karena sistem tidak berjalan.
Budaya Korupsi
Berbeda pendapat dengan Iwan (dan juga Rana Suparman), Direktur Bidang Budaya dan Pendidikan ANCaR Institute, Yatno Kartaradjasa mengatakan, korupsi di Indonesia telah berlangsung secara sistemik.
"Kalau dikatakan korupsi telah berlangsung secara sistemik, itu artinya, korupsi telah beroperasi melalui sebuah sistem tertentu, dengan intensitas yang sangat tinggi, dengan wilayah operasi yang luas," tegas Yatno.
Sistem tertentu yang dimaksud Yatno adalah, kontra sistem, yakni sebuah sistem tandingan yang dibangun oleh para pelaku untuk menyisiati sistem yang ada.
"Kontra sistem atau sistem tandingan inilah yang menjadi panduan teknis para pelaku korupsi," terang Yatno.
Sehingga kita saksikan ada keseragaman modus operandi antara para pelaku korupsi yang satu dengan yang lainya, yang terjadi di instansi yang satu dengan yang lainya, ataupun di daerah yang satu dengan daerah yang lainya," urai Yatno.
Menurut Yatno, korupsi di Indonesia sudah membudaya.
"Korupsi di Indonesia sudah membudaya, karena dilakukan dengan cara tertentu yang seragam, intensitasnya tinggi, dan juga meluas. Jadi sudah memenuhi syarat untuk kita sampai pada kesimpulan demikian," ujar Yatno.
"Jadi apa yang dikatakan Rana tersebut, yaitu, 'korupsi adalah perbuatan perseorangan atau personal' adalah kebenaran tanpa nilai, kebenaran tanpa makna. Pernyataan tersebut sama saja dengan pernyataan, gula itu manis, garam itu asin. Benar, ya benar. Tapi Kebenaran itu hanya berlaku buat pernyataan itu sendiri, dan tanpa makna," kata Yatno.
Yatno pun sependapat dengan pihak-pihak yang menilai pernyataan Rana tersebut sesat dan menyesatkan.
"(Pernyataan) Rana sesat! Dia sebagai ketua DPRD Tidak memiliki sensifitas pada masalah korupsi yang telah membuat upaya-upaya mensejahterakan rakyat jalan di tempat. Sebagai ketua dewan bukanya melakukan pengawasan, tetapi malah membuat pernyataan yang menjengkelkan banyak orang," sesal Yatno.
.tn