JabarCeNNa.com, Bekasi - Belanja pegawai yang terlalu besar serta pengerjaan proyek tahun jamak, membuat keuangan Pemkot Bekasi defisit hingga Rp900 miliar.
"Pemerintah sekarang sedang mati suri," kata Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Banggar DPRD) Kota Bekasi, Chairoman J Putra di Bekasi, Sabtu 1 September 2018.
Chairoman mengatakan, saat ini dana yang tersisa hanya untuk keperluan gaji pegawai seperti honor tenaga kerja kontrak (TKK) dan tunjangan aparatur.
Faktor penyebab tingginya angka defisit itu, menurut dia di antaranya, kebijakan kepala daerah yang menambah Tunjangan Penambahan Penghasilan (TPP) terhadap 6.000 lebih Aparatur Sipil Negara.
"Terjadi kenaikan untuk belanja pegawai pada tahun 2018 ini yang mencapai angka hingga Rp1,4 triliun atau mengalami kenaikan 20 persen dibanding tahun sebelumnya," terang Chairoman.
"Dengan kenaikan belanja pegawai ini, seorang pejabat eselon III B atau sekelas kepala bidang bisa mengantongi penghasilan rata-rata Rp35 juta dalam sebulan. Rinciannya Rp25 juta tunjangan perbaikan penghasilan, dan sisanya adalah gaji pokok pegawai sesuai golongan dan masa kerja," tambahnya.
Choiroman pun menilai, belanja pegawai di Pemkot Bekasi lebih tinggi dibanding dengan daerah-daerah lain di Jawa Barat.
"Hal itulah yang membebani postur keuangan daerah," tegasnya.
Selain itu, ada pula penambahan jumlah tenaga kerja kontrak (TKK) di seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) setempat yang dianggap jumlahnya terlalu banyak yakni mencapai 9.000 orang.
Setiap TKK memperoleh gaji Rp3,9 juta per bulan, disamping mendapat TPP di kisaran Rp1 juta sampai Rp2,5 juta per bulan. Pada 2017, jumlah TKK di Kota Bekasi sekitar 4.000 orang, namun 2018 ditambah sekitar 9.000 orang.
"Pemerintah sekarang sedang mati suri, karena dana yang tersisa saat ini hanya untuk keperluan gaji pegawai seperti honor tenaga kerja kontrak (TKK) dan tunjangan aparatur," katanya.
Faktor pemicu berikutnya, adalah pengerjaan proyek tahun jamak yang menjadi janji politik kepala daerah, Rahmat Effendi.
Dijelaskanya, pada 2018 ada sejumlah proyek lanjutan infrastruktur yang menyedot anggaran di antaranya, relokasi Mapolrestro Bekasi, rehabilitasi kantor Kejaksaan Negeri Bekasi, relokasi Kantor Layanan Imigrasi Bekasi, pembangunan kolam retensi penanggulangan banjir serta sejumlah proyek duplikasi jembatan penanggulangan kemacetan.
Kegiatan tersebut membutuhkan anggaran sekitar Rp1 triliun, kata Chairoman, dan lanjutnya, kegiatan tersebut ditangani Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) serta Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Bekasi.
Menurut Chairoman, Pemkot Bekasi perlu segera mengambil sikap untuk memangkas sejumlah alokasi dana pemicu defisit APBD.
"Sebaiknya, nilai TPP di kalangan aparatur dipotong menyesuaikan keuangan daerah dan untuk sementara menghentikan pengerjaan proyek tahun jamak," usulnya.
.nur/tn